Global Var

sebuah cerita inspirasi

sebut saja namanya Ahmad diya dilahirkan di lingkungan sebuah pedesaan yang ada di kabupaten trenggalek, yang lebih terkenal dengan kota “keripiknya” bukan “Kota gaplek” yang di gembor2kan oleh sebagaian orang selama ini.Kebanyakan masyarakat di desanya ber-mata pencaharian petani walaupun seperti itu hal ini tidak menyurutkan rasa solidaritas n kerukunan antar umat beragama di desanya.

Namun sayangnya,disamping kehidupan gotong royong yang masih terjaga ada beberapa hal yang di anggap tabu bagi sebagaian masyarakatnya…salah satunya adalah tentang pendidikan,ada apa dengan pendidikan ??? sebagaian besar masyarakat di desanya hanya tamat pendidikan di jenjang SD,bahkan anak2-nya pun ada yang tamat SMP/MTs dan SMA sudah berhenti,ya ada juga sebagaian keluarga yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi tapi itu juga jumplahnya sangat sedikit.

Banyak alasan yang mereka kemukakan kenapa mereka hanya menamatkan anaknya sampai ke jenjang smp/mts hal ini di karenakan minimnya dana yang mereka miliki ya maklumlah sebagaian besar penduduk di sekitar-nya adalah seorang petani buruh dan ada sebagaian lagi yang bekerja serabutan,yang kalau kita rata2 per/hari berpenghasilan antara 20.000-25.000 itupun kalau ada pekerjaan,dan kalau gak ada ya terpaksa Harus nganggur,ahmad-pun sebenarnya juga dari keluarga petani tetapi ia sangat ingin sekali mengenyam pendidikan di perguruan tinggi seperti temen2 yang lain,aku yakin suatu saat ilmu itu sangat berguna bagi kehidupanku mendatang.

Karena itu ahmad yakin 10-15 tahun kedepan standar pendidikan minimal adalah tingkat sarjana,ahmad sadar sebenarnya melihat kehidupan orang tua yang pas2an tetapi dia nekat untuk melanjutkan di perguruan tinggi,meskipun seperti itu ia melewati jalan yang cukup terjal untuk bisa kuliah di perguruan tinggi,ia memakan waktu cukup lama untuk merayu ortu-nya agar bisa kuliah di perguruan tinggi,ya ia pasti yakin kok seandainya usaha-nya tidak berhasil ia-pun menyadari semua itu dan ia tidak akan memaksa ortu-nya lagi.

Setelah melewati berbagai macam proses yang cukup panjang akhirnya ia bisa kuliah di perguruan tinggi,ahmad bersyukur ortu-nya tidak mengikuti cara pandang masyarakat di desa-nya,ada beberapa pola berfikir yang tidak cocok dalam benak-nya yang tentunya harus di perbaiki oleh generasi2 penerus mendatang di desanya.Ada beberapa pemikiran yang salah kaprah dalam benak sebagaian mereka yaitu antara lain”buat apa kuliah toh sarjana juga banyak yang nganggur” atau “alah anak-e wong tani kok neko2 arep kuliah” bahkan “wong tani lek di gae mangan ae ora cukup,ngono kok arep kuliah”.

Oleh karena itu dengan berprinsip seperti itu masyarakat-nya lebih baik membiayai anaknya untuk di pekerjakan keluar negeri (jadi TKW/TKI) dari pada membiayai anaknya kuliah yang tidak pasti itu,”udah banyak keluar uang,toh nantinya nganggur lagi”kata salah seorang warga di desa-nya ya sebenarnya orang berpendapat apa saja boleh2 saja tetapi seharusnya mereka juga berfikir donk,banyak koq orang yang sukses lewat pendidikan tapi bukan berarti langsung menyimpulkan seperti itu,ya ahmad santai aja gitu dan memakluminya cara berfikir mereka khan belum mengerti ya wajarlah pendidikan mereka khan kebanyakan masih rendah,tapi gak po2 yang penting gak ada konflik antar lingkungan,bagi-nya itu semua gak masalah.

Ahmad-pun banyak sekali loe sobat tantangan dari masyarakat-nya yang tentunya ingin menjatuhkan-nya untungnya dia dan ortu-nya bisa tegar menghadapi semua ini.dan Mudah2an ahmad bisa tegar menghadapi semua ini amien….ia yakin setiap ada cobaan pasti ada hikmah yang bisa di ambil.